Cari Blog Ini

Rabu, 28 Februari 2018

Dinas Kesehatan Lombok Timur Didemo Perawat

Dilansir dari radarlombok.co.id. Ratusan tenaga kesehatan di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonsia (PPNI), yang berasal dari semua Puskemas di Lotim, termasuk dari RSUD dr. Soedjono Selong, turun melakukan aksi demo menuntut kesejahteraan dan perhatian lebih dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lotim, Senin kemarin (26/2).

Mereka ini adalah  tenaga kesehatan dengan status sebagai tenaga kelompok kerja, yaitu terdiri dari Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Mereka melakukan aksi mulai dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim, kemudian bergerak ke Kantor Dinas Kesehatan (Dikes) Lotim, dan berakhir di Gedung DPRD Lotim.

Dalam aksinya, para tenaga kesehatan ini tidak hanya menuntut kesejahteraan saja. Namun mereka juga menuntut supaya  diberikan SK perjanjian kerja, atau diangkat sebagai tenaga kontrak.

Hal ini mengigat mereka sudah mengabdi selama belasan tahun. Tapi segala pengabdian mereka selama ini tak pernah dihargai, terutama oleh Dikes Lotim itu sendiri. Dan yang sangat disesalkan, adalah adanya tenaga kesehatan yang baru masuk, namun mereka bisa dengan begitu mudahnya mendapatkan SK perjanjian kerja.

Perwakilan dari para tenaga kesehatan ini kemudian diterima oleh DPRD Lotim. Mereka kemudian dipertemukan dengan Dikes Lotim, termasuk Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lotim.

Diruang pertemuan, perwakilan tenaga kesehatan ini tak bisa membendung perasaan sedihnya bahkan sampai menangis ketika menyuarakan apa yang menjadi hak mereka yang selama ini merasa diabaikan.

“Kita pertanyakan ada SK perjanjian kontrak yang dikeluarkan tanpa melalui prosedur. Itu kita temukan di sejumlah Puskesmas di Lotim. Dan kami semua punya bukti,” beber salah satu petugas kesehatan dari Puskesmas Terara  diruang pertemuan.

Tidak yang itu, mereka juga menyesalkan sikap dari Kepala Dikes Lotim yang tidak memenuhi janjinya. Ketika itu katanya, Dikes Lotim berjanji akan memperpanjang  kembali SK perjanjian kerja. Tapi nyatanya itu tidak dilakukan. Malah SK perjanjian kerja justeru diberikan ke tenaga kesehatan yang hanya beberapa tahun saja mengabdi.

Sementara mereka yang telah mengabdi selama belasan tahun sampai sekarang tak kunjung diangkat sebagai tenaga kontrak. “Kami  yang berstatus sebagai kelompok kerja ini sudah 13 tahun mengabdi. Tapi kami tetap semangat meski kami tidak pernah mendapatkan gaji dari pemerintah daerah. Dan akreditasi terhadap Puskesmas juga tak lepas dari kerja keras kami. Dan ini  yang harus diperjuangkan oleh Dikes,” lanjut dia.

Tuntutan sama juga dilontarkan Lalu Muhammad Fatoni, tenaga kesehatan dari Puskesmas Suela. Dia mengatakan jika dirinya sudah 13 tahun mengabdi di Puskesmas Suela. Dia pun mempertanyakan terkait keberadaan SK perjanjian  kerja yang dikeluarkan oleh pihak BKPSDM yang didapatkan oleh tenaga kesehatan yang belum lama mengabdi.

Dan SK yang didapatkan itu jelasnya, tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku. Jumlahnya ada sekitar 13 tenaga kesehatan yang diberikan SK perjanjian kerja tersebut.

“Orang yang mendapatkan SK perjajian kerja itu tidak sesuai dengan profesinya. Dia tenaga Bidan, tapi ditugaskan di tenaga administrasi. Sementara saya dan teman lainnya yang sudah mengabdi selama belasan tahun belum kunjung mendapatkan SK itu. Apa yang telah kami lakukan selama ini sama sekali tidak pernah dihargai dan dihormati,” sesalnya.

Apa yang dilakukan ini lanjutnya, tak lain sebagai salah satu cara untuk menuntut apa yang menjadi hak mereka. Dan itu juga sesuai dengan janji dari Kepala Dikes Lotim untuk memberikan SK perjajian kerja sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tapi nyatanya, banyak orang yang baru mengabdi diberikan SK perjanjian kerja tanpa melalui prosedur.

“Pemberian SK itu sama sekali tidak melihat masa kerjanya. Karenanya kami yang telah lama mengabdi supaya lebih diperhatikan kesejahteraannya. Kami minta supaya kami diberikan SK perjanjian kerja tanpa melalui tes,” pinta dia.

Begitu halnya disampaikan oleh Yulasmi, petugas Gizi dari Puskesmas Aikmel. Meski sebagai petugas gizi, namun dia juga mengerjakan banyak hal lainnya diluar  tugasnya. Dan itu sebagai bentuk komitmennya untuk mengabdi sepenuhnya ke negara ini, meski tanpa di gaji.

Tapi segala pengabdian yang telah dilakukan, termasuk rekan-rekan lainnya yang senasib dengannya tak pernah dihargai oleh Pemkab Lotim, termasuk Dikes.

“Kami sudah belasan tahun mengabdi. Tapi kami tidak pernah dianggap. Yang meyakitkan kami, kok banyak  orang yang baru masuk di Puskesmas Aikmel bisa  mendapatkan SK perjanjian kerja. Padahal orang yang diberikan SK itu tidak dibutuhkan di Puskesmas. Bahkan baru-baru ini ada keluar lagi SK perjanjian kerja yang diberikan kepada salah seorang petugas keperawatan, tapi dia ditugaskan di bagian administrasi. Bagaimana kita yang sudah lama mengabdi ini jelas merasa hancur. Kami yang sudah lama mengabdi tidak diperhatikan. Kami minta supaya kami jangan dibedakan,” keluhnya sambil menangis.

Selanjutnya Lalu Susmita, petugas kesehatan Puskesmas Keruak menyatakan kalau dia telah mengabadi sejak tahun 2007 silam. Mereka senang dengan kebijakan pemerintah saat itu, karena mereka ada diberikan insentif dari daerah, meski nilainnya tidak seberapa. Namun setidaknya ada kejelasan status mereka dan perhatian yang diberikan oleh Pemda kala itu. Karena harapan besar mereka tak lain dengan pengabdian selama bertahun-tahun nantinya bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Tapi setelah pergantian bupati yang sekarang ini. Dari sanalah mulai diberlakukan dua SK, yaitu SK kelompok kerja dan SK perjanjian kerja. SK kelompok kerja seperti kami ini tidak diberikan insentif, padahal Bupati sebelumnya kita mendapatkan insentif tiap bulan. Dan segela prosedur untuk mendapatkan SK kelompok kerja semuanya kami ikuti, dan kami lulus. Selanjutnya dari kelompok kerja ini untuk bisa mendapatkan SK perjanjian kerja juga melalui proses tes. Bagi kami tidak masalah berapa pun gaji diberikan, asalkan kami mendapatkan SK perjanjian kerja,” pinta dia.

Sedangkan Sapwan, tenaga kesehatan lainnya mempertanyakan dimana letak keadilan yang diberikan pemerintah kepada mereka selaku tenaga kelompok kerja yang telah mengabdi belasan tahun di Puskesmas dan rumah sakit. Karenanya, dia minta supaya Pemda Lotim lebih memperhatikan kesejahteraan mereka.

“Kami ini adalah ujung tombak pelayanan. Jangankan jaminan kesehatan yang kami dapatkan. SK saja yang kami minta sampai sekarang tidak jelas. Makanya kami sekarang berani keluar untuk menyampaikan tuntutan kami,” ujar Sapwan.

“Bagaimana kita tidak heran. Kami saja yang sudah 12 tahun mengadi, tapi belum mendapat SK dan upah yang layak. Sementara orang yang baru bekerja mendapat SK,” sambung Baiq Huliati, perawat yang sehari-hari mengabdi di Puskesmas Labuhan Lombok.

Dikatakan Huliati, selama 12 tahun dia mengabdikan diri sebagai perawat, hingga saat ini belum mendapatkan honor dari pemerintah. Dia hanya mendapatkan jasa pelayanan yang jumlahnya Rp 8 ribu per sekali piket.

Apalagi ketika dia dan teman-teman sesama honorer tidak masuk bekerja, karena ada keperluan atau sedang sakit. Maka Baiq Huliati juga tidak akan mendapatkan gaji satu sen pun. “Honor juga tidak kami dapat langsung, tapi kami harus menunggu SPJ dulu, baru honor kami dibayar sekali dalam 3 bulan. Bahkan pernah selama enam bulan honor kami tidak dibayarkan,” sedihnya.

Jika berhitung jumlah biaya yang dikeluarkan oleh seorang perawat yang berasal dari tempat jauh seperti dia untuk ke tempat bekerja. Maka paling tidak harus mengeluarkan uang sekitar Rp 300 ribu perbulan. Sementara uang honor yang didapatkan masih jauh dari harapan. ”Kalau berhitung-hitung sebulan, gaji yang kita dapatkan jauh dari pengeluaran. Belum lagi kalau anak lagi sakit,” keluhnya.

Perawat lainnya, Saiful Zohri, ketika menyampaikan aspirasi di depan Kepala Dikes Lotim, terlihat histeris, karena merasakan nasibnya yang tidak jelas hingga kini. Apalagi setelah dia melihat ada SK Bupati yang keluar pada orang-orang tertentu, membuatnya tidak bisa menahan air matanya.

”Saya bertahun-tahun mengabdi, belum mendapat SK. Tapi kenapa yang baru bekerja mendapat SK dengan mudah?” tangisnya di depan Kepala Dikes Lotim, sehingga dia harus ditenangkan oleh rekan-rekannya.

“Saya menangis seperti itu karena sedih, melihat diri saya dan teman-teman saya mengabdi untuk masyarakat, tapi tidak ada perhatian. Sebaliknya banyak diantaranya yang baru bekerja, justeru mereka mendapat SK,” ujar Saiful Zohri sembari sesenggukan.

Semetara itu, Kepala Dikes Lotim, Asrul Sani, mengaku sama sekali tidak mengetahui terkait adanya tenaga kesehatan yang baru bekerja bisa mendapatkan SK perjanjian kontrak. Yang jelas katanya, berkaitan dengan SK perjanjian kerja ini dikeluarkan oleh BKPSDM bersamaan dengan SK tenaga kontrak untuk para guru.

“Kalau kelompok kerja ini diangkat karena mereka sudah lama mengabdi di Puskesmas, awalnya mereka tidak ada SK, sehingga kita SK-kan. Karena kasihan orang yang sudah lama kerja tapi tidak di SK-kan,” terang Asrul.

Sementara jumlah tenaga kesehatan yang berstatus sebagai tenaga kelompok kerja sekitar 700 orang lebih. Mereka ini mendapatkan honor dari dana kapitasi. Beda halnya dengan tenaga kesehatah yang telah mendapatkan SK perjanjian kontrak, dimana honornya diberikan oleh pemerintah daerah.

Besaran honor yang diterima bagi mereka yang sudah memiliki SK kerja ini awalnya sekitar Rp 500 ribu per bulan. Tahun berikutnya naik sampai Rp 600 ribu per bulan hingga honor tertinggi sampai Rp 750 ribu. “Kita memiliki tiga jenis tenaga kesehatan. Ada yang PNS, tenaga perjanjian kelompok kerja dan perjanjian kerja,” sebut Asrul.

Berkaitan dengan tuntutan para tenaga kesehatan kelompok kerja untuk diberikan SK perjanjian kerja, tentunya harus disesuaikan dengan ketersedian anggaran yang dimiliki Pemkab Lotim. Mengingat pengangkatan perjanjian kerja ini juga disesuaikan dengan kebutuhan, dan proses pengangkatannya juga dilakukan melalui proses seleksi, tanpa harus melihat berapa lama mereka mengabdi. (lie/cr-wan)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan